Powered By Blogger

Senin, 31 Agustus 2015

Satelit IRAS NASA Menemukan Planet Niburu atau Planet X


Satelit The Infrared Astronomical Satellite (IRAS) diluncurkan ke orbit kutub setinggi 560 mil pada Selasa malam dari Pangkalan Udara Vandenberg, Kalifornia. Peluncuran itu mewakili kerja sama $80 juta antara Amerika Serikat, Inggris, dan Belanda. Dalam waktu enam hingga tujuh bulan ke depan, teleskop tersebut diharapkan akan melakuan survey luas pada hampir seluruh langit, mendeteksi sumber-sumber sinar yang tak biasa, namun dari pancaran sinar infra merah, yang tak tampak dengan mata telanjang dan kebanyakan diserap oleh atmosfer. Para ilmuwan berharap teleskop baru itu akan memetakan ribuan benda ruang angkasa yang memancarkan sinar infra merah yang telah terlewat tak terdeteksi--bintang, awan interstellar, asteroid dan, kalau beruntung, obyek yang menarik-narik planet Uranus dan planet Neptunus. 

Terakhir kali pencarian di langit yang serius dilakukan, hal itu membawa pada penemuan Planet Pluto pada 1930. Namun  ceritanya dimulai lebih dari seabad sebelumnya, setelah diketemukannya planet Uranus pada 1781 oleh seorang astronomer sekaligus musisi Inggris William Herschel.  Hingga saat itu, sistem perbintangan sepertinya berhenti di Saturnus.

Kala para astronomer mengamati Uranus, memperhatikan adanya ketidaktentuan dalam jalur orbitnya, banyak yang berspekulasi bahwa mereka tengah menyaksikan tarikan gravitasi dari planet yang tak dikenal. Maka dimulailah pencarian planet tersebut yang pertama kali berdasarkan prediksi-prediksi para astronomer, yang berakhir pada tahun 180an dengan ditemukannya planet Neptunus hampir secara bersamaan oleh para astronomer Inggris, Perancis, dan Jerman.

Namun planet Neptunus tak cukup masif untuk bertanggung jawab sepenuhnya atas prilaku orbit Uranus. Sungguh, Neptunus sendiri sepertinya dipengaruhi oleh planet yang masih lebih jauh lagi. Di akhir abad ke-19, dua astronomer Amerika, William H. Pickering dan Percival Lowell, memprediksi ukuran serta lokasi kira-kira benda ruang angkasa trans-Neptunus, yang Lowell sebut Planet X.
Bertahun-tahun kemudian, Pluto terdeteksi oleh Clyde W. Tombaugh yang sedang bekerja di Lowell Observatory di Arizona.  Namun beberapa astronomer menduga planet tersebut mungkin bukan Planet X yang telah diprediksi. Pengamatan-pengamatan selanjutnya membuktikan bahwa mereka benar. Pluto terlalu kecil untuk dapat merubah orbit-orbit planet Uranus dan Neptnusu; gabungan massa Pluto serta satelitnya yang baru ditemukan, Charon, hanya 1/5 massa bulannya Bumi. 

Perhitungan-perhitungan terkini oleh Observatorium Angkatan Laut AS mngonfirmasi gangguan orbit pada planet Uranus dan planet Neptune, yang menurut Dr. Thomas C. Van Flandern, seorang astronomer di observatorium tersebut, dapat dijelaskan sebagai akibat dari “satu buah planet yang belum ditemukan.”  Ia dan koleganya, Dr. Robert Harrington, menghitung bahwa planet ke-10 itu seharusnya dua hingga lima kali lebih besar dari pada bumi serta memiliki orbit yang sangat lonjong yang menempuh jarak sekitar 5 milyar mil di luar Pluto - hampir-hampir tak bertetanggan namun masih dalam pengaruh gravitasi matahari. 

Beberapa astronomer bereaksi sangat berhati-hati terhadap prediksi-prediksi tentang planet ke-10 itu. Mereka ingat akan akan pencarian yang lama dan sia-sia terhadap planet Vulcan yang berada di dalam orbit planet Merkurius, yang ternyata tak ada. Mereka bertanya-tanya mengapa benda sebesar planet ke-10 dapat luput dari survey mendetil Tombaugh, yang merasa yakin bahwa planet itu tak berada dalam dua pertiganya langit yang ia teliti. Namun menurut to Dr. Ray T. Reynolds dari Ames Research Center di Mountain View, CA, para astronomer lainnya "merasa begitu yakin akan keberadaan planet ke-10 tersebut, sehingga tak ada lagi yang tersisa kecuali menamainya." 
Dalam pertemuan ilmiah musim panas lalu, para partisan planet ke-10 datang meramaikan. penjelasan-penjelasan alternatif tentang gangguan-gangguan pada orbit planet-planet di bagian luar tata surya ini pun ditawarkan. Sesuatu di luar sana, kata beberapa ilmuwan, bisa jadi sebuah lubang hitam yang tak terlihat atau bintang neutron yang lewat dekat matahari. Para pembela planet ke-10 membagi saran-saran itu. Bahan-bahan pembicaraanpun terfokus pada medan gravitasi sebuah lubang hitam, yang tetap saja merupakan sebuah bintang besar setelah kolaps gravitasinya komplit, 
seharunya memberi sinar-sinar x yang dapat dideteksi, yang mereka perhatikan; tapi tak terdeteksi adanya sinar-sinar X. Sebuah bintang neutron, bintang yang lebih kecil yang telah kolaps menjadi kondisi yang sangat padat, seharusnya mempengaruhi jalur-jalur komet, kata mereka, namun tak ada perubahan-perubahan semacam itu dalam pengamatan mereka. 

Semakin besar keyakinan yang ditimpakan pada hipotesa bahwa sebuah bintang "brown dwarf" bertanggung jawab atas kekuatan misterius itu. Inilah nama tak resmi yang diberikan oleh para astronomer terhadap benda-benda angkasa yang tak cukup besar untuk dapat menyalakan pemanas-pemanas termonuklis planet mereka, mungkin seperti planet Jupiter raksasa, bintang yang tak memancarkan cahaya sendiri. 

Kebanyakan bintang berpasangan, jadi tidaklah tidak masuk akal untuk menduga bahwa matahari memiliki rekanan yang redup. Terlebih lagi, sebuah brown dwarf dalam lingkungan ini mungkin tak memantulkan cukup cahaya untuk terlihat hingga di kejauhan, ujar Dr. John Anderson dari Jet Propulsion Laboratory diPasadena, CA.  Namun gaya-gaya gravitasinya seharusnya menghasilkan energi yang dapat terdeteksi oleh Infrared Astronomical Satellite. 

Apapun kekuatan misterius itu, apakah itu brown dwarf atau sebuah planet besar, Dr. Anderson mengatakan ia "cukup optimis" bahwa teleskop akan menemukannya dan bahwa pesawat ruang angkasa Pioneer dapat memberi tahu tentang estimasi massa benda ruang angkasa tersebut. Tentu saja, tak ada yang bisa pasti bahwa bahkan penemuan ini bisa menentukan perbatasan terluar dari tata surya ini. 

Berita tentang planet X di beberapa media di luar negri.

U.S. News and World Report, September 10, 1984
Planet X — Is It Really Out There?

Terselubungi oleh sinar-sinar matahari, yang secara misterius menarik-nariki orbit planet Uranus dan Neptunus, adalah sebuah kekuatan tak terlihat yang dicurigai para astronomer sebagai Planet X - penghuni ke-10 di lingkungan tetangga ruang angkasa bumi .
Tahun lalu, satelit infrared astronomical satelit (IRAS), yang mengorbit di lingkar kutub, 560 mil tingginya dari bumi, mendeteksi panas dari sebuah benda ruang angkasa yang jauhnya sekitar 50 milyar mil yang sekarang tengah menjadi spekulasi panas.

“Yang bisa saya katakan adalah bahwa kami belum tahu apa itu," ujar Gerry Neugenbaur, direktur Palomar Observatory untuk California Instititute of Technology. Para ilmuwan sangat berharap bahwa perjalanan satu arah pesawat-pesawat ruang angkasa Pioneer 10 dan 11 akan dapat membantu menemukan lokasi benda ruang angkasa tak bernama itu.

Beberapa astronomer mengatakan bahwa benda yang memancarkan panas itu terlihat sebagai bintang kolaps yang tak terlihat atau mungkin sebuah "brown dwarf" - sebuah protostar yang tak pernah cukup panas untuk menjadi bintang. Namun, semakin banyak saja astronomer yang sangat yakin bahwa benda itu bukalah bintang, melainkan kumpulan massa bergas yang perlahan-lahan berkembang menjadi planet. 

Selama berdekade-dekade, para astronomer telah memperhatikan bahwa orbit-orbit dari dua planet besar yang jauh — Neptune dan Uranus — agak menyimpang dari apa yang seharusnya menuruti hukum-hukum fisika. Tarikan gravitasi dari Planet X akan menjelaskan penyimpangan itu. Terlebih lagi, kata Neugebaur, "jika kami dapat menunjukkan bahwa tata surya kita sendiri masih menciptakan planet-planet, maka kami akan tahu bahwa hal itu sedang terjadi pada bintang-bintang lagi pula." Lain kali para penolak Planet X menyemburkan kata-kata, "Hmh, kalau Planet X memang benar-benar ada, pemerintah kita pasti sudah memberi tahu kita tentangnya," Anda bisa menjambaknya. 

0 komentar:

Posting Komentar

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com